Jumat, 13 Maret 2015

FARMAKOKINETIK DAN FARMAKODINAMIK



1.        Farmakokinetik



Farmakokinetik atau kinetika obat adalah nasib obat dalam  tubuh atau efek tubuh terhadap obat. Farmakokinetik mencakup 4 proses, yaitu proses absorpsi (A), distribusi (D), metabolisme (M), dan ekskresi (E). Metabolisme atau biotransformasi dan ekskresi bentuk utuh atau bentuk aktif merupakan proses eliminasi obat (Gunawan, 2009)



 



1.1 Absorpsi



Absorpsi merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian ke dalam darah. Bergantung pada cara pemberiannya, tempat pemberian obat adalah saluran cerna (mulut sampai rektum), kulit, paru, otot, dan lain-lain. Yang terpenting adalah cara pemberian obat per oral, dengan cara ini tempat absorpsi utama adalah usus halus karena memiliki permukaan absorpsi yang sangat luas, yakni 200 meter persegi (panjang 280 cm, diameter 4 cm, disertai dengan vili dan mikrovili ) (Gunawan, 2009).



Absorpsi obat meliputi proses obat dari saat dimasukkan ke dalam tubuh, melalui jalurnya hingga masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Pada level seluler, obat diabsorpsi melalui beberapa metode, terutama transport aktif dan transport pasif. 



 



https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgQNswHwag8w4eu9kgIO3aAQhLnwkf7MPAkXhEgnuCTdLxdxHB9tVzVV_cdwZy9DyUihNadagfk24RNp7rOBgyIXYQUbSecQURR8DYDHPpdxbMgCe1tf0A_6S3xMBIfFspQJOgby6kJzc8r/s320/image-2.jpg



 



Gambar 1. 1 Proses Absorbsi Obat



a.       Metode absorpsi



-          Transport pasif



Transport pasif tidak memerlukan energi, sebab hanya dengan proses difusi obat dapat berpindah dari daerah dengan kadar konsentrasi tinggi ke daerah dengan konsentrasi rendah. Transport aktif terjadi selama molekul-molekul kecil dapat berdifusi sepanjang membrane dan berhenti bila konsentrasi pada kedua sisi membrane seimbang.



-          Transport Aktif



Transport aktif membutuhkan energy untuk menggerakkan obat dari daerah dengan konsentrasi obat rendah ke daerah dengan konsentrasi obat tinggi



b.      Kecepatan Absorpsi



Apabila pembatas antara obat aktif dan sirkulasi sitemik hanya sedikit sel. Absorpsi terjadi cepat dan obat segera mencapai level pengobatan dalam tubuh.



-          Detik s/d menit: SL, IV, inhalasi



-          Lebih lambat: oral, IM, topical kulit, lapisan intestinal, otot



-          Lambat sekali, berjam-jam / berhari-hari: per rektal/ sustained frelease.



c.       Faktor yang mempengaruhi penyerapan



1.      Aliran darah ke tempat absorpsi



2.      Total luas permukaan yang tersedia sebagai tempat absorpsi



3.      Waktu kontak permukaan absorpsi



d.      Kecepatan Absorpsi



1.      Diperlambat oleh nyeri dan stress



Nyeri dan stress mengurangi aliran darah, mengurangi pergerakan saluran cerna, retensi gaster



2.      Makanan tinggi lemak



Makanan tinggi lemak dan padat akan menghambat pengosongan lambung dan memperlambat waktu absorpsi obat



 3.      Faktor bentuk obat



Absorpsi dipengaruhi formulasi obat: tablet, kapsul, cairan, sustained release, dll)



4.      Kombinasi dengan obat lain



Interaksi satu obat dengan obat lain dapat meningkatkan atau memperlambat tergantung jenis obat



 



Obat yang diserap oleh usus halus ditransport ke hepar sebelum beredar ke seluruh tubuh. Hepar memetabolisme banyak obat sebelum masuk ke sirkulasi. Hal ini yang disebut dengan efek first-pass. Metabolisme hepar dapat menyebabkan obat menjadi inaktif sehingga menurunkan jumlah obat yang sampai ke sirkulasi sistemik, jadi dosis obat yang diberikan harus banyak.



 



1.2    Distribusi



Distribusi obat adalah proses obat dihantarkan dari sirkulasi sistemik ke jaringan dan cairan tubuh.



Distribusi obat yang telah diabsorpsi tergantung beberapa faktor:



a.       Aliran darah



Setelah obat sampai ke aliran darah, segera terdistribusi ke organ berdasarkan jumlah aliran darahnya. Organ dengan aliran darah terbesar adalah Jantung, Hepar, Ginjal. Sedangkan distribusi ke organ lain seperti kulit, lemak dan otot lebih lambat



b.      Permeabilitas kapiler



Tergantung pada struktur kapiler dan struktur obat



c.       Ikatan protein



Obat yang beredar di seluruh tubuh dan berkontak dengan protein dapat terikat atau bebas. Obat yang terikat protein tidak aktif dan tidak dapat bekerja. Hanya obat bebas yang dapat memberikan efek. Obat dikatakan berikatan protein tinggi bila >80% obat terikat protein



 



1.3    Metabolisme



Metabolisme/biotransformasi obat adalah proses tubuh merubah komposisi obat sehingga menjadi lebih larut air untuk dapat dibuang keluar tubuh.



Obat dapat dimetabolisme melalui beberapa cara:



a.         Menjadi metabolit inaktif kemudian diekskresikan;



b.        Menjadi metabolit aktif, memiliki kerja farmakologi tersendiri dfan bisa dimetabolisme lanjutan.



Beberapa obat diberikan dalam bentuk tidak aktif kemudian setelah dimetabolisme baru menjadi aktif (prodrugs).



Metabolisme obat terutama terjadi di hati, yakni di membran endoplasmic reticulum (mikrosom) dan di cytosol. Tempat metabolisme yang lain (ekstrahepatik) adalah : dinding usus, ginjal, paru, darah, otak, dan  kulit, juga di lumen kolon (oleh flora usus).



Tujuan metabolisme obat adalah mengubah obat yang nonpolar (larut lemak) menjadi polar (larut air) agar dapat diekskresi melalui ginjal atau empedu. Dengan perubahan ini obat aktif umunya diubah menjadi inaktif, tapi sebagian berubah  menjadi lebih aktif, kurang aktif, atau menjadi toksik.



Faktor-faktor yang mempengaruhi metabolisme:



1.      Kondisi Khusus



Beberapa penyakit tertentu dapat mengurangi metabolisme, al. penyakit hepar seperti sirosis.



2.      Pengaruh Gen



Perbedaan gen individual menyebabkan beberapa orang dapat memetabolisme obat dengan cepat, sementara yang lain lambat.



3.      Pengaruh Lingkungan



Lingkungan juga dapat mempengaruhi metabolisme, contohnya: Rokok, Keadaan stress, Penyakit lama, Operasi, Cedera



4.      Usia



Perubahan umur dapat mempengaruhi metabolisme, bayi vs dewasa vs orang tua.



 



1.4    Ekskresi



Ekskresi obat artinya eliminasi/pembuangan obat dari tubuh. Sebagian besar obat dibuang dari tubuh oleh ginjal dan melalui urin. Obat jugadapat dibuang melalui paru-paru, eksokrin (keringat, ludah, payudara), kulit dan taraktusintestinal.



Organ terpenting untuk ekskresi obat adalah ginjal. Obat diekskresi melalui ginjal dalam bentuk utuh maupun bentuk metabolitnya. Ekskresi dalam bentuk utuh atau bentuk aktif merupakan cara eliminasi obat melui ginjal. Ekskresi melalui ginjal melibatkan 3 proses, yakni filtrasi glomerulus, sekresi aktif di tubulus. Fungsi ginjal mengalami kematangan pada usia 6-12 bulan, dan setelah dewasa menurun 1% per tahun. Ekskresi obat yang kedua penting adalah melalui empedu ke dalam usus dan keluar bersama feses. Ekskresi melalui paru terutama untuk eliminasi gas anastetik umum (Gunawan, 2009).



Hal-hal lain terkait Farmakokinetik:  



a.       Waktu Paruh



Waktu paruh adalah waktu yang dibutuhkan sehingga setengah dari obat dibuang dari tubuh. Faktor yang mempengaruhi waktu paruh adalah absorpsi, metabolism dan ekskresi.



Waktu paruh penting diketahui untuk menetapkan berapa sering obat harus diberikan.



b.      Onset, puncak, and durasi



Onset adalah Waktu dari saat obat diberikan hingga obat terasa kerjanya. Sangat tergantung rute pemberian dan farmakokinetik obat



Puncak, Setelah tubuh menyerap semakin banyak obat maka konsentrasinya di dalam tubuh semakin meningkat, Namun konsentrasi puncak~ puncak respon



Durasi, Durasi kerjaadalah lama obat menghasilkan suatu efek terapi



 



2.        Farmakodinamik



Farmakodinamik adalah subdisiplin farmakologi yang mempelajari efek biokimiawi dan fisiologi obat, serta mekanisme kerjanya. Tujuan mempelajari farmakodinamik adalah untuk meneliti efek utama obat, mengetahui interaksi obat dengan sel, dan mengetahui urutan peristiwa serta spektrum efek dan respons yang terjadi (Gunawan, 2009).



 



2.2    Mekanisme Kerja Obat



kebanyakan obat menimbulkan efek melalui interaksi dengan reseptornya pada sel organism. Interaksi obat dengan reseptornya dapat menimbulkan perubahan dan biokimiawi yang merupakan respon khas dari obat tersebut. Obat yang efeknya menyerupai senyawa endogen di sebut agonis, obat yang tidak mempunyai aktifitas intrinsic sehingga menimbulkan efek dengan menghambat kerja suatu agonis disebut antagonis. 



 



2.3    Reseptor Obat



protein merupakan reseptor obat yang paling penting. Asam nukleat juga dapat merupakan reseptor obat yang penting, misalnya untuk sitotastik. Ikatan obat-reseptor dapat berupa ikatan ion, hydrogen, hidrofobik, vanderwalls, atau kovalen. Perubahan kecil dalam molekul obat, misalnya perubahan stereoisomer dapat menimbulkan perubahan besar dalam sifat farmakologinya.



 



2.4    Transmisi Sinyal Biologis



penghantaran sinyal biologis adalah proses yang menyebabkan suatu substansi ekstraseluler yang menimbulkan respon seluler fisiologis yang spesifik. Reseptor yang terdapat di permukaan sel terdiri atas reseptor dalam bentuk enzim. Reseptor tidak hanya berfungsi dalam pengaturan fisiologis dan biokimia, tetapi juga diatur atau dipengaruhi oleh mekanisme homeostatic lain. Bila suatu sel di rangsang oleh agonisnya secara terus-menerus maka akan terjadi desentisasi yang menyebabkan efek perangsangan.



 



2.5    Interaksi Obat-Reseptor



ikatan antara obat dengan resptor biasanya terdiri dari berbagai ikatan lemah (ikatan ion, hydrogen, hidrofilik, van der Waals), mirip ikatan antara subtract dengan enzim, jarang terjadi ikatan kovalen.



 



2.6    Antagonisme Farmakodinamik



a.    Antagonis fisiologik



Terjadi pada organ yang sama tetapi pada sistem reseptor yang berlainan.



b.    Antagonisme pada reseptor



Obat yang menduduki reseptor yang sama tetapi tidak mampu menimbulkan efek farmakologi secara instrinsik



 



2.7  Kerja Obat Yang Tidak Diperantarai Reseptor



a.       Efek Nonspesifik Dan Gangguan Pada Membran



b.      Perubahan sifat osmotic



c.       Diuretic osmotic (urea, manitol), misalnya, meningkatkan osmolaritas filtrate glomerulus sehingga mengurangi reabsorpsi air di tubuli ginjal dengan akibat terjadi efek diuretic



d.      Perubahan sifat asam/basa



Kerja ini diperlihatkan oleh oleh antacid dalam menetralkan asam lambung.



e.       Kerusakan nonspesifik



Zat perusak nonspesifik digunakan sebagai antiseptik dan disinfektan, dan kontrasepsi.contohnya, detergen merusak intregitas membrane lipoprotein.



f.       Gangguan fungsi membrane



Anestetik umum yang mudah menguap misalnya eter,, halotan, enfluran, dan metoksifluran bekerja dengan melarut dalam lemak membrane sel di SSP sehingga eksitabilitasnya menurun.



g.      Interaksi Dengan Molekul Kecil Atau Ion



Kerja ini diperlihatkan oleh kelator (chelating agents) misalnya CaNa2 EDTA yang mengikat Pb2+ bebas menjadi kelat yang inaktif pada keracunan Pb.



h.      Masuk ke dalam komponen sel


              Obat yang merupakan analog puri atau pirimidin dapat berinkoporasi ke dalam asam nukleat      

              sehingga mengganggu fungsinya. Obat yang bekerja seperti ini disebut antimetabolit misalnya 

              6-merkaptopurin atau anti mikroba lain.


ASKEP DISTOSIA

TUGAS MATERNITAS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DISTOSIA
Dosen Pengampu : Rusmini Setiawan S.Kep.,Ns.,MH.
Kelompok 1
Amalia Rizky Primadika                    P17420213078
Andriyanto                                          P17420213080
Apriliyani Nur Hidayah                     P17420213085
Dian Kurnia Rahmawati                     P17420213089
Kiki Agustiana                                   P17420213103
Mudriah                                              P17420213105
Nurul Chafifah                                   P17420213108

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
PRODI D III KEPERAWATAN PURWOKERTO
2015
DISTOSIA
A.    Pengertian
Distosia adalah persalinan yang panjang, sulit atau abnormal yang timbul akibat berbagai kondisi.(Bobak, 2004 : 784)
Distosia secara harfiah, berarti persalinan sulit, ditandai oleh kemajuan persalinan yang terlalu lambat. Secara umum, persalinan abnormal sering terjadi jika terdapat ketidakseimbangan ukuran antara bagian presentasi janin dan jalan lahir. Distosia merupakan akibat dari beberapa kelainan berbeda yang dapat berdiri sendiri atau kombinasi. (Leveno, 2009)
Defenisi Distosia adalah persalinan yang sulit yang ditandi dengan adanya hambatan kemajuan dalam persalinan (tim obstetric.FKUNPAD, 2005)
B.    Etiologi
Distosia dapat disebabkan oleh :
1.     Persalinan disfungsional akibat kontraksi uterus yang tidak efektif atau akibat upaya mengejan ibu (kekuatan/power)
2.     Perubahan struktur pelvis (jalan lahir/passage)
3.     Sebab pada janin meliputi kelainan presentasi/kelainan posisi, bayi besar, dan jumlah bayi (passengger)
4.     Respons psikologis ibu terhadap persalinan yang berhubungan dengan pengalaman, persiapan, budaya, serta sistem pendukung

C.    Klasifikasi

1.     Kelainan His
His yang tidak normal baik kekuatan atau sifatnya sehingga menghambat kelancaran persalinan.
Jenis kelainan :
a.      Inersia uteri
Insersia uteri adalah his yang sifatnya lebih lama, singkat dan jarang dibandingkan his normal.
1)     Inersia uteri pimer
Kelemahan his timbul sejak permulaan persalinan
2)     Inersia uteri sekunder
Kelemahan timbul sesudah adanya his yang kuat, teratur dalam waktu yang lama
b.     Tetania uteri (hypertonic  uterin contraction)
His yang terlalu kuat dan terlalu sering sehingga tidak ada relaksasi Rahim
c.      Incoordinate uterin action
Sifat his yang berubah dimana tidak ada koordinasi dan sikronisasi antara kontraksi dan bagian-bagiannya
Faktor-faktor yang mempengaruhi his  :
1.     Kehamilan primi gravida tua atau multi gravida
2.     Herediter
3.     Emosi dan kekuatan
4.     Kelainan uterus
5.     Kesalahan pemberian obat
6.     Kesalahan pimpinan persalinan
7.     Kehamilan kembar dan post matur
8.     Letak lintang

2.     Jenis kelainan jalan lahir
a.      Kelainan bentuk panggul
1)     Perubahan bentuk karena kelainan pertumbuhan intra uteri
a)     Panggul naegele
b)     Panggul Robert
c)     Split pelvis
d)     Panggul asimilasi
2)     Perubahan bentuk karena penyakit pada tulang panggul/ sendi panggul
a)     Rakhitis
b)     Osteomalasia
c)     Neoplasma
d)     Atrofi, karies, nekrosis
e)     Penyakit pada sendi sakroiliaca dan sendi sakrokoksigea
3)     Perubahan bentuk karena penyakit tulang belakang
1)     Kiposis
2)     Skoliosis
3)     Spondilolitesis
4)     Perubahan bentuk karena penyakit kaki
b.     Kelainan traktus genitalia
1)     Pada vulva terdapat edem, stenosis dan tumor yang dipengaruhi oleh ganggua gizi, radang atau perlukaan dan infeksi
2)      Pada vagina yang mengalami sektrum dan dapat memisahkan vagina atau beberapa tumor
3)     Pada serviks karena disfungsi uterin action atau karena parut/ karsinoma
4)     Pada uterus terdapatnya mioma atau adanya kelainan bawaan seperti letak uterus abnormal
5)     Pada ovarium terdapat beberapa tumor

3.     Jenis Kelainan Janin
a.      Kelainan letak kepala/ mal presentasi/ mal posisi diantaranya
1)     Letak sunsang
2)     Letak lintang
b.     Kelainan bentuk dan ukuran janin diklasifikasikan :
1)     Distosia kepala pada hidrocepalus, kepala besar, higronoma koli (tumor dileher)
2)     Distosia bahu pada janin dengan bahu besar
3)     Distosia perut pada hidropsfetalis, asites
4)     Distosia bokong pada spina bifida dan tumor pada bokong janin
5)     Kembar siam

D.    Patofisiologi
His yang normal dimulai dari salah satu sudut di fundus uteri yang kemudian menjalar merata simetris ke seluruh korpus uteri dengan adanya dominasi kekuatan pada fundus uteri di mana lapisan otot uterus paling dominan, kemudian mengadakan relaksasi secara merata dan menyeluruh hingga tekanan dalam ruang amnion balik ke asalnya ± 10 mmHg.
Incoordinate uterine action yaitu sifat His yang berubah. Tonus otot uterus meningkat, juga di luar His dan kontraksinya tidak berlangsung seperti biasa karena tidak ada sinkronasi kontraksi bagian-bagiannya. Tidak adanya koordinasi antara kontraksi bagian atas, tengah dan bawah menyebabkan His tidak efisien dalam mengadakan pembukaan.
Disamping itu, tonus otot uterus yang menaik menyebabkan rasa nyeri yang lebih keras dan lama bagi ibu dapat pula menyebabkan hipoksia pada janin. His ini juga di sebut sebagai Incoordinate hypertonic uterine contraction. Kadang-kadang pada persalinan lama dengan ketuban yang sudah lama pecah, kelainan His ini menyebabkan spasmus sirkuler setempat, sehingga terjadi penyempitan kavum uteri pada tempat itu. Ini dinamakan lingkaran kontraksi atau lingkaran kontriksi. Secara teoritis lingkaran ini dapat terjadi dimana-mana, tetapi biasanya ditemukan pada batas antara bagian atas dengan segmen bawah uterus. Lingkaran kontriksi tidak dapat diketahui dengan pemeriksaan dalam, kecuali kalau pembukaan sudah lengkap sehingga tangan dapat dimasukkan ke dalam kavum uteri.









E.     Manifestasi Klinik
Gejala pada ibu :
1.Gelisah
2.Letih
3.Suhu tubuh meningkat
4.Nadi dan pernafasan cepat
5.Edem pada vulva dan serviks
6.Bisa jadi ketuban berbau janin
            Gejala lain :
1.Dapat dilihat dan diraba,perut terasa membesar kesamping.
2.Pergerakan janin pada bagian kiri lebih dominan.
3.Nyeri hebat dan janin sulit dikeluarkan.
4.Terjadi distensi berlebihan pada uterus.
5.Dada teraba seperti punggung ,belakang kepala terletak berlawanan dengan letak dada, teraba bagian-bagian kecil dan denyut jantung janin terdengar leih jelas pada dada.

F.     Pemeriksaan Penunjang
1.     Tes prenatal: dapat memastikan polihidramnion, janin besar atau gestasi mutipel.
2.     Tes stress kontraksi/tes nonstres: mengkaji kesejahteraan janin.
3.     Ultrasound atau pelvimetri sinar x: mengevaluasi arsitektur pelvis, presentasi janin, posisi dan formasi.
4.     Pengambilan sampel kulit kepala janin: mendeteksi atau mengesampingkan asidosis.


G.    Penatalaksanaan
1.     Penanganan Umum
a.      Nilai dengan segera keadaan umum ibu dan janin
b.     Lakukan penilaian kondisi janin : DJJ
c.      Kolaborasi dalam pemberian :
·       Infus RL dan larutan NaCL isotanik (IV)
·       Berikan analgesiaberupa tramandol/ peptidin 25 mg (IM) atau morvin 10 mg (IM)
o   Perbaiki keadaan umum
·       Dukungan emosional dan perubahan posisi
·       Berikan cairan
2.     Penanganan Khusus
a.      Kelainan His
·       TD diukur tiap 4 jam
·       DJJ tiap 1/2 jam pada kala I dan tingkatkan pada kala II
·       Pemeriksaan dalam :
o   Infus RL 5% dan larutan NaCL isotonic (IV)
o   Berikan analgetik seperti petidin, morfin
o   Pemberian oksitosin untuk memperbaiki his
b.     Kelainan janin
·       Pemeriksaan dalam
·       Pemeriksaan luar
·       MRI
·       Jika sampai kala II tidak ada kemajuan dapat dilakukan seksiosesaria baik primer pada awal persalinan maupun sekunder pada akhir persalinan
c.      Kelainan jalan lahir
Kalau konjungata vera <8 (pada VT terba promontorium) persalinan dengan SC



H.    Komplikasi
1. Umum komplikasi distosia kematian janin.
2. Depresi pernapasan.
3. Hipoksia iskemik ensefalopati (HIE)
4. Kerusakan saraf brakialis.

I.       Asuhan Keperawatan
A.    Pengkajian
1.       Identitas Klien : nama, umur, pekerjaan, pendidikan, agama, suku/bangsa.
2.       Keluhan utama : proses persalinan yang lama menyebabkan adanya keluhan nyeri dan cemas.
3.       Riwayat Kesehatan
a.      Riwayat Kesehatan Dahulu
Yang perlu dikaji pada klien, biasanya klien pernah mengalami distosia sebelumnya, biasanya ada penyulit persalinan sebelumnya seperti hipertensi, anemia, panggul sempit, biasanya ada riwayat DM, biasanya ada riwayat kembar dll.
b.     Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya dalam kehamilan sekarang ada kelainan seperti : Kelainan letak janin (lintang, sunsang dll) apa yang menjadi presentasi dll.
c.      Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah dalamkeluarga ada yang menderita penyakit kelainan darah, DM, eklamsi dan pre eklamsi
d.     Pengkajian pola fungsional
1)     Aktifitas/istirahat
Melaporkan keletihan,kurang energi,letargi,penurunan penampilan
2)     Sirkulasi
Tekanan darah dapat meningkat,mungkin menerima magnesium sulfat untu hipertensi karena kehamilan
3)     Eliminasi
Distensi usus atau kandng kemih yang mungkin menyertai
4)     Integritas ego
Mungkin sangat cemas dan ketakutan
5)     Nyeri atau ketidaknyamanan
Mungkin menerima narkotika atau anastesi pada awal proses kehamilan,kontraksi jarang,dengan intensitas ingan sampa sedang,dapat terjadi sebelum awitan persalinan atau sesudah persalinan terjadi,fase laten dapat memanjang,
6)     Keamanan
Serviks mungkin kaku atau tidak siap,pemerisaan vagina dapat menunjukkan janin dalam malposisi,penurunan janin mungkin kurang dari 1 cm/jam pada nulipara atau kurang dari 2 cm/jam pada mutipara bahkan tidak ada kemajuan.,dapat mengalami versi eksternal setelah getasi 34 minggu dalam upaya untuk mengubah presentasi bokong menjadi presentasi kepala.
7)     Seksualitas
Dapat primigravida atau grand multipara,uterus mungkin distensi berlebihan karena hidramnion,gestasi multipel.janin besar atau grand multiparis.
e.      Pemeriksaan Fisik
1)     Kepala
rambut tidak rontok, kulit kepala bersihtidak ada ketombe
2)     Mata
Biasanya konjungtiva anemis
3)     Thorak
Inpeksi pernafasan : Frekuensi, kedalam, jenis pernafasan, biasanya ada bagian paru yang tertinggal saat pernafasan
4)     Abdomen
Kaji his (kekuatan, frekuensi, lama), biasanya his kurang semenjak awal persalinan atau menurun saat persalinan, biasanya posisi, letak, presentasi dan sikap anak normal atau tidak, raba fundus keras atau lembek, biasanya anak kembar/ tidak, lakukan perabaab pada simpisis biasanya blas penuh/ tidak untuk mengetahui adanya distensi usus dan kandung kemih.
5)     Vulva dan Vagina
Lakukan VT : biasanya ketuban sudah pecah atau belum, edem pada vulva/ servik, biasanya teraba promantorium, ada/ tidaknya kemajuan persalinan, biasanya teraba jaringan plasenta untuk mengidentifikasi adanya plasenta previa
6)     Panggul
Lakukan pemeriksaan panggul luar, biasanya ada kelainan bentukpanggul dan kelainan tulang belakang
J.      Diagnosa Keperawatan
1.     Nyeri akut  b/d tekanan kepala pada servik, partus lama, kontraksi tidak efektif
2.     Resiko tinggi cedera terhadap maternal(ibu) b/d penurunan tonus otot/poa kontraksi otot, obstruksi mekanis pada penurunan janin, keletihan maternal.
3.     Resiko tinggi kekurangan cairan b/d hipermetabolisme, muntah, pembatasan masukan cairan
4.     Resiko tinggi infeksi b/d rupture membrane, tindakan invasive
5.     Cemas b/d persalinan lama


K.     
No
Diagnosa
Tujuan&KH
Intervensi
1
nyeri b/d tekanan kepala pada servik, partus lama, kontraksi tidak efektif
DS:
- Laporan secara verbal
DO:
- Posisi untuk menahan nyeri
- Tingkah laku berhati-hati
- Gangguan tidur (mata sayu,
tampak capek,
Tujuan : Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi/ nyeri berkurang
Kriteria :   
a. Klien tidak merasakan nyeri lagi
b. Klientampak rilek
c. Kontraksi uterus efektif
d.  Kemajuan persalinan baik
1.Tentukan sifat, lokasi dan durasi nyeri, kaji kontraksi uterus, hemiragic dan nyeri tekan abdomen

2.    Kaji intensitas nyeri klien dengan skala nyeri

3.    Kaji stress psikologis/ pasangan dan respon emosional terhadap kejadian

4.    Berikan lingkungan yang nyaman, tenang dan aktivitas untuk mengalihkan nyeri, Bantu klien dalam menggunakan metode relaksasi dan jelaskan prosedur
5.    Kuatkan dukungan social/ dukungan keluarga

6.    Kolaborasi : Berikan narkotik atau sedative sesuai instruksi dokter


2
Resiko tinggi cedera terhadap maternal(ibu) b/d penurunan tonus otot/poa kontraksi otot, obstruksi mekanis pada penurunan janin, keletihan maternal
Tujuan : mencegah adanya resiko cedera pada ibu

1.     Tinjau ulang riwayat persalinan,awitan dan durasi
2.     Catat waktu/jenis obat.hindari pemberian narkotik dan anastesi blok epidural sampai serviks dilatasi 4 cm
3.     Evaluasi tingkat keletihan yang menyertai,serta aktifitas dan istirahat,sebelum awitan persalinan
4.     Kaji pola kontraksi uterus secara manual atau secara elektronik
5.     Catat kondisi serviks.pantau tanda amnionitis.catat peningkatan suhu atau jumlah sel darah putih;catat bau dan rabas vagina
6.     Catat penonjolan,posisi janin dan presentase janin
7.     Anjurkan klien berkemih setiap1-2 jam.kaji terhadap penuhan kandung kemih diatas simfisis pubis
8.     Tempatkan klien pada posisirekumben lateral dan anjurkan tirah baring atau ambulasi sesuai toleransi
9.     Bantu dengan persiapan seksio sesaria sesuai indikasi,untuk malposisi,CPD,atau cincin bandl
10.  Siapkan untuk melahirkan dengan forsep,bila perlu

2
Resiko tinggi cedera janin b/d penekanan kepala pada panggul, partus lama, CPD

Tujuan : Cedera pada janin dapat dihindari
Kriteria :
a.       DJJ dalam batas normal
b.       Kemajuan persalinan baik


1.1.Melakukan manuver Leopold untuk menentukan posis janin dan presentasi
1.2.Dapatkan data dasar DJJ secara manual dan atau elektronik, pantau dengan sering perhatikan variasi DJJ dan perubahan periodic pada respon terhadap kontraksi uterus
1.3.Catat kemajuan persalinan
1.4.Infeksi perineum ibu terhadap kutil vagina, lesi herpes atau rabas klamidial
1.5.Catat DJJ bila ketuban pecah setiap 15 menit
6.     Posisi klien pada posisi punggung janin

3
Resiko tinggi kekurangan cairan b/d hipermetabolisme, muntah, pembatasan masukan cairan
Tujuan : setelah di lakukan asuhan keperawatan selama 2x24 jam tidak terjadi defisit cairan tubuh
Kriteria hasil :
- TTV di batas normal
- Kulit elastis
-  CRT < 2 detik
- Mukosa lembab
-DJJ 160- 180 x/menit

1.           Pantau masukan dan keluaran cairan


2.           Pantau tanda vital. Catat laporan pusing pada perubahan posisi


3.           Kaji elastisitas kulit

4.           Kaji bibir dan membran mukosa oral dan derajat saliva

5.           Perhatikan respon denyut jantung janin yang abnormal
6.           Berikan masukan cairan adekuat melalui pemberian minuman > 2500 liter
7.           Berikan cairan secara intravena

4
Risiko terjadi infeksi berhubungan dengan tindakan kuretase
Faktor-faktor risiko :
- Prosedur Infasif
- Kerusakan jaringan dan
peningkatan paparan
lingkungan
- Malnutrisi
- Peningkatan paparan
lingkungan patogen
- Imonusupresi
- Tidak adekuat pertahanan
sekunder (penurunan Hb,
Leukopenia, penekanan
respon inflamasi)
- Penyakit kronik
- Imunosupresi
- Malnutrisi
- Pertahan primer tidak
adekuat (kerusakan kulit,
trauma jaringan, gangguan
peristaltik)

Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam
pasien tidak mengalami
infeksi dengan kriteria
hasil:
-Klien bebas dari tanda
dan gejala infeksi
-Menunjukkan
kemampuan untuk
mencegah timbulnya
infeksi
-Jumlah leukosit dalam
batas normal
-Menunjukkan perilaku
hidup sehat
-Status imun,
gastrointestinal,
genitourinaria dalam
batas normal
1.Pertahankan teknik aseptif
2.Batasi pengunjung bila perlu
3.Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
tindakan keperawatan
4.Gunakan baju, sarung tangan sebagai
alat pelindung
5.Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai
dengan petunjuk umum
6.Gunakan kateter intermiten untuk
menurunkan infeksi kandung kencing
7.Tingkatkan intake nutrisi
8.Berikan terapi
antibiotik
9.Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik
dan lokal
10.Pertahankan teknik isolasi k/p
11.Inspeksi kulit dan membran mukosa
terhadap kemerahan, panas, drainase
12.Monitor adanya luka
13.Dorong masukan cairan
14.Dorong istirahat
15.Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan
gejala infeksi
16.Kaji suhu badan pada pasien neutropenia setiap 4 jam
5
Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan
DO/DS:
- Insomnia
- Kontak mata kurang
- Kurang istirahat
- Berfokus pada diri sendiri
- Iritabilitas
- Takut
- Nyeri perut
- Penurunan TD dan denyut
nadi
- Diare, mual, kelelahan
- Gangguan tidur
- Gemetar
- Anoreksia, mulut kering
- Peningkatan TD, denyut
nadi, RR
- Kesulitan bernafas
- Bingung
- Bloking dalam pembicaraan
- Sulit berkonsentrasi

Setelah dilakukan asuhan
Selama 3 x 24 jam klien
kecemasan teratasi dgn
kriteria hasil:
- Klien mampu
mengidentifikasi dan
mengungkapkan gejala
cemas
-Mengidentifikasi,
mengungkapkan dan
menunjukkan tehnik
untuk mengontol
cemas
-Vital sign dalam batas
normal
-Postur tubuh, ekspresi
wajah, bahasa tubuh
dan tingkat aktivitas
menunjukkan
berkurangnya
kecemasan
1.Gunakan pendekatan yang
menenangkan
2.Nyatakan dengan jelas harapan
terhadap perilaku pasien
3.Jelaskan semua prosedur dan apa
yang dirasakan selama prosedur
4.Temani pasien untuk memberikan
keamanan dan mengurangi takut
5.Berikan informasi faktual mengenai
diagnosis, tindakan prognosis
6.Libatkan keluarga untuk
mendampingi klien
7.Instruksikan pada pasien untuk
menggunakan tehnik relaksasi
8.Dengarkan dengan penuh perhatian
9.Identifikasi tingkat kecemasan
10.Bantu pasien mengenal situasi yang
menimbulkan kecemasan
11.Dorong pasien untuk
mengungkapkan perasaan, ketakutan,
persepsi














DAFTAR PUSTAKA

Bobak.2004. Keperawatan Maternitas. Penerbit Buku EGC:Jakarta
Bulechek,Gloria M, dkk. 2008. Nursing Interventions Classification (NIC). United States of America: Mosby.
Chandranita, ida ayu, dkk. 2009. Buku ajar patologi obstetric untuk mahasiswa kebidanan. EGC: Jakarta.
Chandranita, ida ayu,  dkk. 2009. Memahami kesehatan reproduksi wanita.EGC : Jakarta.
Doenges, Marilynn. 2001. Rencana Perawatan Maternal/Bayi.EGC: Jakarta
FKUI Universitas Padjajaran.2005. Obstetric Patologi. Elstar offset : Bandung.
Leveno, Kenneth J. 2009. Obstetri Williams Panduan Ringkas Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.
Stright, Barbara R. 2004. Keperawatan ibu-bayi baru lahir edisi 3. EGC:Jakarta.